Header Ads Widget

Ticker

6/recent/ticker-posts

Skandal Rp2,5 M Proyek Tower IAIN Pontianak: Rektor Diduga Terlibat, Akademisi UI hingga Tokoh Kalbar Desak Investigasi Total

SatuBerita, Online//Pontianak — Aroma busuk dugaan korupsi dalam pembangunan tiga tower asrama mahasiswa di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak kini mencuat ke permukaan. Proyek bernilai lebih dari Rp20 miliar yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) itu diduga menyimpan praktik manipulatif. Koalisi Mahasiswa Anti Korupsi dan Suap Indonesia (KAMAKSI) menyoroti adanya potensi kerugian negara sebesar Rp2,5 miliar, yang disebut berasal dari mark-up anggaran, rekayasa tender, hingga penyimpangan spesifikasi bangunan. 27 April 2025


Dari hasil kajian awal KAMAKSI, proyek ini dinilai sarat penyimpangan sejak fase perencanaan. Dugaan utama mengarah pada ketidaksesuaian antara spesifikasi teknis yang tercantum dalam kontrak dengan hasil pembangunan fisik yang telah selesai. Selain itu, proses pengadaan barang dan jasa disebut hanya formalitas, dengan pemenang lelang sudah ditentukan sebelumnya.


“Kami mengendus indikasi adanya perusahaan pemenang tender yang masih berafiliasi dengan pejabat kampus,” kata Yudhistira Alamsyah, Koordinator KAMAKSI, saat dikonfirmasi.


Ia juga menyebut bahwa sejumlah laporan lapangan menunjukkan kualitas material bangunan yang sangat rendah. Beberapa mahasiswa yang telah menghuni tower melaporkan dinding lembab, plafon bocor, serta sistem sanitasi yang tidak berfungsi secara optimal. Yudhistira mendesak agar pengawasan internal kampus dibenahi karena terindikasi permisif terhadap dugaan penyimpangan.


Dalam pandangan Prof. Dr. Farida Yuliani, M.A., akademisi senior dari Departemen Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (UI), skandal ini merupakan sinyal kegagalan tata kelola institusi pendidikan tinggi.


“Ini bukan soal satu atau dua individu. Kalau rektor dan pejabat pembuat komitmen bisa memainkan anggaran tanpa kontrol, berarti ada kerusakan sistemik dalam mekanisme pengawasan,” tegasnya.


Farida, yang dikenal sebagai pakar kebijakan publik di sektor pendidikan dan mantan penasihat reformasi birokrasi kampus di Kemenristek Dikti, menyerukan pembentukan lembaga pengawas independen dalam struktur organisasi kampus negeri. Menurutnya, otonomi perguruan tinggi harus tetap diawasi secara ketat untuk menghindari penyalahgunaan kewenangan.


Nada kritis juga datang dari tokoh masyarakat Kalimantan Barat, H. Abdullah Syahrin, S.H., M.M., yang pernah menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Kalbar. Ia menyesalkan dugaan keterlibatan elite kampus dalam proyek bermasalah ini, dan menyebut dunia pendidikan telah menjadi “pasar gelap” proyek-proyek siluman.


“Saya lihat ini pola klasik. Ada aliansi antara oknum pejabat kampus, kontraktor lokal, dan perantara proyek. Dana pendidikan malah dijadikan bancakan,” ujarnya.


Abdullah yang kini aktif sebagai Ketua Forum Masyarakat Kalbar Bersih (FMKB), mendesak Kejaksaan untuk serius menangani laporan ini. Jika Kejaksaan Negeri Pontianak tidak bertindak transparan, ia menyarankan KPK segera turun tangan demi menjamin objektivitas proses hukum.


Arifin Maulana, S.IP., mantan Ketua Senat Mahasiswa Nasional dan aktivis antikorupsi dari LSM Transparency Campus Watch, menilai skandal ini sebagai puncak dari gunung es penyimpangan anggaran di dunia kampus.


“Modus seperti ini bukan baru. Kami pernah bongkar kasus serupa di Sumatera, bahkan lebih parah. Kalau tidak dibongkar tuntas, jangan heran kalau oknum rektor berubah jadi politisi dengan ‘modal’ dari proyek kampus,” ucap Arifin.


Ia mengingatkan bahwa pembiaran terhadap praktik korupsi di lingkungan akademik bisa menciptakan lingkaran setan kekuasaan yang merusak nilai-nilai integritas sejak dari dunia pendidikan.


KAMAKSI menyatakan sedang menghimpun sejumlah bukti tambahan, termasuk dokumen kontrak, hasil uji spesifikasi teknis bangunan, serta kesaksian para pekerja proyek. Apabila dalam waktu dekat belum ada tindakan hukum yang transparan, mereka berencana melaporkan kasus ini secara resmi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).


Aksi demonstrasi skala besar juga sedang direncanakan untuk digelar di depan Kantor Kejaksaan Negeri Pontianak dalam waktu dekat. KAMAKSI menegaskan bahwa gerakan ini akan berlangsung terus-menerus hingga ada kejelasan hukum.


Hingga berita ini diturunkan, pihak Rektorat IAIN Pontianak belum memberikan klarifikasi resmi meski telah dimintai konfirmasi. Demikian pula dengan Kejaksaan Negeri Pontianak, yang belum merespons pertanyaan publik terkait sudah atau belum dimulainya proses penyelidikan atas kasus ini.


Masyarakat Kalimantan Barat kini menunggu langkah konkret penegak hukum untuk menegakkan integritas sektor pendidikan dari cengkeraman korupsi yang kian sistemik.(*)


Tim - Liputan 

Redaksi/ Kalbar.