SatuBerita, Online//Kubu Raya, Kalimantan Barat - Kisruh jual beli hutan mangrove di Desa Kubu, Kecamatan Kubu, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, kembali menjadi sorotan. Isu ini seolah tak pernah reda, mencuatkan kekhawatiran masyarakat terhadap kelestarian lingkungan dan dugaan praktik-praktik tidak transparan dalam pengelolaan kawasan pesisir.
Pada hari Jumat, 25 April 2025, Tim gabungan media yang diketuai oleh MHI bersama sejumlah warga menelusuri kawasan hutan mangrove di Dusun Rembak menggunakan sampan katrol. Setibanya di lokasi, tim gabungan awak media mendapati sejumlah pohon bakau dalam kondisi tumbang.
Menurut warga, pohon-pohon tersebut dibabat oleh alat berat excavator milik seorang pria yang dikenal dengan nama Ahong.
“Tolong sampaikan, kami menangis melihat hutan kami dibabat. Pohon bakau dari yang kecil sampai besar dihancurkan. Kalau terus begini, bagaimana nasib anak cucu kami nanti?” ujar salah satu warga dengan mata berkaca-kaca saat ditemui di lokasi.
Dugaan semakin menguat ketika seorang sumber internal yang enggan disebutkan namanya mengungkap bahwa terdapat aliran dana sebesar lebih dari Rp100 juta. Uang tersebut, menurutnya, bukan bagian dari transaksi jual beli lahan, melainkan “izin masuk” untuk alat berat yang digunakan Ahong dalam kegiatan pembabatan.
Sumber tersebut juga menyebut bahwa alat berat tersebut merupakan milik pribadi Ahong.
Lebih jauh, beredar informasi mengenai dugaan pembayaran lahan yang mencapai Rp1,2 miliar, yang disebut-sebut telah dilunasi sejak lama. Namun, sumber menegaskan bahwa dana Rp100 juta lebih tersebut tidak berkaitan dengan pembayaran lahan, melainkan diduga sebagai pelicin agar proses pengerjaan di kawasan tersebut berjalan lancar tanpa hambatan.
Menanggapi berbagai informasi tersebut, tim gabungan awak media yang diketuai MHI mencoba menghubungi Ahong untuk meminta klarifikasi.
Namun hingga berita ini diturunkan, pada hari Minggu 27 April 2025 pesan singkat WhatsApp yang dikirimkan kepada yang bersangkutan tidak mendapat balasan.
Isu ini menambah deretan polemik perusakan ekosistem mangrove di kawasan pesisir Kalimantan Barat. Hutan mangrove di wilayah ini tidak hanya berfungsi sebagai benteng alami terhadap abrasi laut, tetapi juga menjadi penyangga ekonomi warga lokal melalui aktivitas perikanan dan budidaya tradisional.
Pemerintah daerah diharapkan segera mengambil langkah tegas untuk menyelidiki kasus ini dan menegakkan aturan konservasi lingkungan secara adil dan transparan. Jika dibiarkan, kerusakan mangrove akan berdampak jangka panjang terhadap lingkungan dan keberlanjutan hidup masyarakat pesisir.
(Laporan: Tim Gabungan Awak Media Ketua Ruslan Mahmud, Kepala Perwakilan MHI Kalbar)