SatuBerita, Online//Pontianak,Kalimantan Barat ----- 10 Mei 2025 Maraknya aktivitas usaha ilegal di wilayah Kalimantan Barat kini menjadi ancaman serius terhadap kedaulatan hukum, ekonomi negara, serta kepercayaan publik terhadap institusi negara. Mulai dari tambang emas tanpa izin alias PETI, perusahaan sawit yang menyerobot lahan Masyarakat dan beroperasi di luar Hak Guna Usaha (HGU) pembabatan kawasan hutan lindung, dan mangrove hingga penyelundupan komoditas pangan dan bahan bakar bersubsidi
Dalam berbagai peristiwa yang menghiasi ruang publik, semakin kentara bahwa negara tampak kehilangan taringnya dalam menghadapi kejahatan. Mulai dari korupsi yang menjalar hampir disetiap organ birokrasi, kriminalitas jalanan semakin marak hingga kejahatan terorganisir yang melibatkan elit dan aparat sendiri kondisi ini tidak hanya terjadi dipusat-pusat kota tetapi masuk di desa-desa. Kondisi ini menimbulkan satu kesan bahwa negara tidak berdaya, menghadapi nya.
Fenomena yang terjadi dikalbar ini bukan sekadar asumsi, atau halunisasi tetapi ini semua adalah kenyataan lemahnya penegakan hukum. Proses "penguapan" kasus besar menguap tanpa kejelasan, dumas terabaikan tidak ada kepastian hukum, pelaku berlindung di balik kekuasaan, dan korban terpaksa menelan pil pahit ketidakadilan. Aparat penegak hukum, yang seharusnya menjadi garda depan dalam menjaga rasa aman publik, justru terkadang menjadi bagian dari persoalan terlibat dalam suap, menjadi pelindung sindikat, atau bersembunyi di balik tameng "impunitas"
Lebih parah lagi, negara sering menunjukkan sikap represif terhadap suara-suara kritis, namun lunak terhadap pelaku kejahatan yang jelas merugikan rakyat. Ini menandakan adanya krisis prioritas. Negara kuat terhadap rakyat kecil, tapi lemah dan tidak berdaya terhadap para penguasa modal dan pelaku kejahatan berskala besar.
Bahkan lemahnya political will pemda untuk melakukan reformasi struktural, membenahi kebutuhan rakyat kecil. Tidak ada upaya pemda untk menertibkan perusahan Nakal merampok hak rakyat. Tidak ada upaya pemda untuk membumi hanguskan mafia tanah, mafia migas, mafia tambang dan mafia perpajakan semua ini semakin menegaskan bahwa negara sedang mengalami kemunduran dalam hal penegakan hukum dan keadilan. Kepercayaan rakyat semakin memudar atas kemampuan negara melindungi rakyat kecil, negara itu tengah berjalan menuju krisis kepercayaan publik.
Negara harus segera bertindak. Penegakan hukum harus dibersihkan dari berbagai kepentingan selain kepentingan rakyat, aparat harus diawasi dan diberi sanksi tegas jika menyimpang, dan hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu.
Hentikan pembiaran tindak kejahatan. Para petinggi penegak hukum, rakyat berharap bersihkan oknum-oknum APH yang nakal dan organisasi-organisasi berwajah "ganda" yakni organisasi yg lantang bersuara seolah-olah membela kepentingan rakyat, tetapi senyata nya "kapal pecah hiu kenyang"
Barang ilegal semakin marak seperti bawang, sayur mayur, daging beku asal Malaysia dan Filipina, serta rokok tanpa cukai dan pita cukai palsu dari luar negeri, termasuk dari Arab Saudi dan Kolombia, berbagai barang ilegal terus mengalir semakian bebas beredar di Kalbar. Berbagai regulasi diabaikan tentu saja hal ini Tidak hanya merugikan pendapatan negara, kejahatan ini menciptakan ketimpangan sosial yang semakin dalam di tengah masyarakat.
Menurut pakar hukum dan pengamat kebijakan publik, Dr. Herman Hofi Munawar, kondisi ini sudah mencapai titik nadir. “Pembiaran ini bukan lagi sekadar kelalaian, tetapi sudah merupakan bentuk sistemik dari kejahatan terorganisir yang dilindungi oleh sebagian oknum di institusi hukum dan pemerintahan,” tegasnya kepada media pada Sabtu, 10 Mei 2025.
Dr. Herman menilai, tindakan para oknum penegak hukum dan ASN yang terlibat membekingi pelaku usaha ilegal tersebut telah melanggar sejumlah peraturan perundang-undangan, antara lain:
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN;
UU Nomor 30 Tahun 2002 jo. UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK);
UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang mengatur tanggung jawab kepala daerah dalam menjaga hukum dan ketertiban;
Kode Etik Kepolisian Negara RI dan Kode Etik ASN, yang jelas mengatur larangan penyalahgunaan wewenang dan kolusi dengan pelaku kriminal.
"Jika oknum-oknum ini tidak segera ditindak tegas, maka yang hancur bukan hanya hukum, tetapi juga fondasi keadilan sosial di republik ini," ujar Herman. Ia menyerukan kepada Presiden Prabowo Subianto agar segera menginstruksikan Kapolri, Panglima TNI, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri untuk melakukan pembersihan internal, serta menindak semua aktor pelindung kejahatan ekonomi ilegal di Kalbar.
Kepada Ketua DPR RI, Herman juga meminta segera digelar evaluasi menyeluruh terhadap kinerja aparat penegak hukum di Kalimantan Barat, dengan ancaman pencopotan bagi pimpinan yang tidak mampu membasmi oknum di institusinya.
“Presiden jangan kalah oleh sindikat. Copot dari atas hingga ke akar-akarnya. Jangan beri ruang bagi pengkhianat hukum dan rakyat,” tegas Herman.
Situasi ini, lanjut Herman, sudah menjadi sorotan luas masyarakat. Kepercayaan publik terhadap institusi hukum dan negara tengah berada pada titik kritis. Negara harus hadir dan menunjukkan ketegasannya dalam menegakkan supremasi hukum, atau bersiap menghadapi kehancuran kepercayaan rakyat yang lebih dalam.
Sumber : Dr Herman Hofi Munawar Pakar Hukum & Kebijakan Publik