Header Ads Widget

Ticker

6/recent/ticker-posts

Minimnya Literasi Pejabat Daerah Jakarta Selatan, Banyak Kejanggalan Dibalik Graha Begawan Nusantara

JAKARTA SELATAN

(Satuberita.online) — Polemik sengketa tanah kembali mencuat di wilayah Jakarta Selatan. Sebuah bangunan megah bertuliskan Graha Bengawan Nusantara yang terletak di Jalan Lebak Bulus Raya No. 33A RT 005/RW 002, Kelurahan Lebak Bulus, Kecamatan Cilandak menjadi sorotan publik setelah munculnya spanduk besar yang menyatakan bahwa tanah tersebut adalah milik sah Ike Dewi Helmi, berdasarkan Sertifikat Hak Milik No. 08158/Lebak Bulus, dengan nomor pemetaan 48.2-34.088-01-1.

Spanduk tersebut dipasang oleh SPP Law Firm, selaku kuasa hukum pemilik tanah, berdasarkan Surat Kuasa No. 027/SPP/SKK/IV/2025. 

Dalam pernyataannya, pihak kuasa hukum menyebut bahwa bangunan tersebut berdiri di atas tanah tanpa izin resmi dari pemilik, serta mengungkap berbagai kejanggalan perizinan yang mengarah pada dugaan pelanggaran hukum.

“Banyak aspek pembangunan gedung ini yang patut diduga ilegal,” ujar salah satu perwakilan kuasa hukum. 

Mulai dari tidak adanya surat kuasa penggunaan lahan dari pemilik tanah, tidak terbitnya Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), hingga tidak jelasnya status badan hukum perusahaan (PT) yang membangun termasuk kelengkapan dokumen SKDP dan PBB.

Persoalan ini juga menyentuh aspek transaksi jual beli yang belum tuntas.

Gedung tersebut diketahui telah diperjualbelikan melalui Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) tertanggal 18 November 2019 yang dibuat di hadapan Notaris Wan Selya Wirda Harahap. 

Namun, hingga saat ini belum dilakukan pelunasan pembayaran, yang menyebabkan pemilik tanah mengambil langkah hukum.

Setelah empat kali melayangkan somasi tanpa tanggapan, Ike Dewi Helmi melalui kuasa hukumnya resmi melaporkan kasus ini ke Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri).

Kasus ini memunculkan pertanyaan besar mengenai minimnya literasi hukum di kalangan pejabat daerah yang seharusnya melakukan pengawasan terhadap proses pembangunan dan perizinan. 

Ketiadaan tindakan tegas dari aparat pemerintah dinilai justru memberi ruang bagi pelanggaran hukum yang merugikan masyarakat.

Pihak SPP Law Firm menegaskan, proses hukum akan terus dikawal hingga hak-hak kliennya sebagai pemilik sah atas tanah tersebut dipulihkan sepenuhnya. (**)

(Red)